(shawl by GDa'S by Ghaida, blazer by XSML, skirt by MEDINA ZEIN)
(ceritanya Candid, padahal.. Bener! hihi untung candidnya gak olohok (apakah ini?))
(with ibu Nia and ibu Julia)
Alhamdulillah tgl 27 Desember 2014, gda mendapatkan
kesempatan untuk menjadi salah satu pembicara di acara seminar parenting yang
diadakan oleh Yayasan Darul Hikam, Bandung, dengan tema : Mengenalkan Aqidah
pada Buah Hatiku.
Sejujurnya, sewaktu diminta oleh panitia, gda sempat ragu
karena gda merasa, gda masih sangat belajar untuk menjadi orang tua, anak-anak
pun masih pada kecil-kecil, jadi dari segi pengalaman dan ilmu pasti akan
berbeda jauh dengan yang anak-anaknya sudah besar-besar dan sukses. Tadinya
tidak akan terima, tapi setelah difikir-fikir, mungkin ini adalah kesempatan
dari Allah untuk gda belajar, sekaligus berbagi pengalaman. Alhamdulillah, dan benar saja gda dapet ilmu dari narasumber lain yang Masha
Allah ilmu parentingnya banyak sekali.
Ada yang bilang, “ Tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua,
menjadi Ayah maupun Ibu, yang ada adalah kita selalu belajar untuk menjadi
orangtua”. Iya betuuuul sekali, harus mau belajar dan belajar. Karena ternyata
setiap episode itu berbeda-beda, berikut persoalan dan solusinya. Terkadang
kita berfikir A, ternyata yang terjadi B, dan lainnya. Dan sepertinya memang
tidak bisa disamakan dalam menangani anak “jaman sekarang” dengan jaman
sebelumnya, namun Alhamdulillah kita sebagai muslim, diberi tuntunan dan contoh
yang maha Dahsyat, yaitu Al Quran dan Hadist, dan panutan kita Rasulullah SAW.
Di seminar ini, yang menjadi Narasumber selain gda adalah
Bapak Sodik Mujahid, Ibu Nia, dan Ibu Julia. Disini seperti di ingatkan
kembali, sebetulnya apa hal paling mendasar dalam mendidik Anak dalam Islam. Bapak
Sodik bilang, potensi anak yang sempurna yang diberikan Allah SWT itu seperti
pohon, dengan Aqidah (Iman yang kokoh) sebagai akarnya, ilmu dan amal yang
Soleh sebagai batangnya (jalan hidupnya), sehingga dia bisa seperti pohon yang
selalu berbuah, yaitu bermanfaat bagi sesama. Kita terkadang ingat bahwa anak
adalah titipan dari Allah, kita sibuk merawat dan mendidiknya dengan berbagai
target yang bersifat “duniawi” namun sebetulnya yang paling mendasar dan
penting adalah Aqidah itu tadi. In sha Allah kalo Qolbu (hati) nya baik, baik
juga semuanya. Unsur Qolbu itu ada potensi iman (SQ), potensi nafsu (EQ), dan
potensi nalar (IQ) yang mana semua ini harus seimbang. Terasa memang, ketika tiga
hal ini tidak seimbang, misalnya ketika kita sibuuuk sekali dengan fikiran kita
yang disangkut paut kan dengan logika, ketika kita merasa semua permasalahan
bisa difikir dengan logika, terkadang justru kita merasa stres dan tertekan.
Padahal tidak semua hal bisa difikir dengan logika, yang mana itu adalah
rahasia Allah, maka dari itu kita wajib bertawakkal.
Dari Narasumber lainnya, yaitu Ibu Nia dari yayasan
konseling Darul Hikam, gda mendapatkan ilmu kalau ternyata anak balita itu
tidak bisa diajarkan dengan nasihat atau omelan omelan yang bertubi-tubi.
Memang sih, jujur deh, seumuran Nifaa ini (4 tahun) tingkah lakunya sangat
membuat gemas terkadang. Terkadang sensitif sekali, tidak mau diatur, suka
mencari alasan, dan hal lainnya yang membuat otak ini berfikir berulang-ulang,
gimanaaa caranya supaya mau (mandi misalnya, atau makan, atau shalat). Ya
ternyata balita memang tidak bisa dilarang, tidak bisa menggunakan kata “TIDAK”
yang ada adalah dia akan melakukan hal yang sebaliknya. Sampai pernah suatu waktu,
nifaa suliit sekali untuk diminta foto endorsement (biasanya juga harus ada
rayuan rayuan hehe), alhasil gda bilang begini, “ nifaa jangan senyum jangan
lihat kamera ya!” dan dia melakukan hal sebaliknya! Hahahaha. GMZ deh. Untuk
mengajari balita juga, baiknya adalah lewat contoh dan teladan, misalnya kita
sebagai orangtua menyuruh mereka untuk shalat dan mengaji, tapi kita tidak
melakukannya? Jangan harap mereka mau nurut deh. Ada juga cara lain dalam
mengajari balita, yaitu dengan memberi mainan yang edukatif dan mereka suka,
beri pujian sewaktu mereka melakukan kebaikan, beri ruangan atau space khusus
untuk mereka berkreasi ( ini benar sekali, karena jujur saja gda sudah pasrah
ketika rumah baru kami sekarang tembok nya penuh dengan prakarya anak anak
hihihi, sudah tidak mulus lagi, yah namanya juga ada 3 balita di rumah (elus
dada) ) jadi sekarang langsung deh prepare tembok khusus corat coret.
Narasumber berikutnya adalah ibu Julia, Ma sha Allah beliau
adalah guru sekaligus pendiri salah satu TK di Bandung. Beliau bilang
bahwa yang menjadi prioritas kita
sebagai orang tua dalam mendidik anak anaknya adalah pada saat anak baru lahir
hingga SMA. Ketika bekal Aqidah, Akhlak dan ilmunya kuat, in sha Allah ketika dia
dewasa nanti, dia akan lebih mudah menjalani hidupnya (tapi bukan berarti kita
lepas tanggung jawab yaa setelah mereka kuliah nanti). Tidak ada anak yang
malas belajar, semua anak itu hakikatnya senang belajar. Jika dia malas
belajar, berarti ada sesuatu (faktor luar) sebagai pencetusnya. Kerasa banget
deh, di usia segini (26 tahun) dengan dititipi 3 orang anak, terasa tidak mudah
dalam mengolah emosi, fikiran, dan tenaga. Karena keinginan, obsesi dan ambisi
sedang tinggi namun harus berusaha “meredam” ego tersebut karena dititipi
amanah yang lebih besar. Tapi gda yakin,
perjuangan ini tidak akan sia-sia, Bismillah. Pesan ibu Julia yang paling gda
ingat adalah kita harus selalu TAWADHU (rendah hati) sehingga kita mau terus
belajar tanpa merasa lebih dari yang lainnya, dan selalu BERSYUKUR karena bagaimanapun
kita berusaha, sebetulnya Allah lah yang menolong kita. Dan kedua hal ini harus
kita tanamkan kepada anak-anak kita. Anak-anak kita pun harus kita kenalkan
tentang diri mereka sendiri, tentang siapa Rabbnya, darimana berasal, mau
kemana, bagaimana cara kita hidup, dan tujuan hidup ini apa (tidak lain dan
tidak bukan adalah untuk IBADAH).
Menurut pengalaman pribadi, menghadapi anak anak itu
berbeda-beda sesuai dengan tahapan perkembangan umur dan tingkat kematangan. Tentu berbeda dalam menangani Nifaa yang sudah 4 tahun, dengan Ziran dan Zirin yang masih berumur 1.8 tahun (yang jelas mereka sama sama balita, dan lagi meumeujeuhna (nah lho! apakah ini? hihihi ) Menjadi seorang ibu itu, tidak hanya di tuntut untuk bisa merawat dan mendidik, tapi juga belajar untuk mengelola emosi dan fikiran. Terkadang rasanya tubuh lelah dan sepertinya sudah 5 watt, tapi fikiran di tuntut untuk tidak ikut lelah, karena jika fikiran dan emosi sudah susah berfikir positif, bawaannya ingin marah-marah dan khawatir anak anak menjadi korban pelampiasan (padahal mereka salah apa?) dan biasanya, ketika kita "GALAU" yang inginnya kita diperhatikan / anak anak mengerti, eh malah anak anak biasanya ikut "REWEL" alias galau juga. hehehe!
ohya, pada saat seminar, ada ibu-ibu yang bertanya bagaimana menangani anak di usia remaja? Karena anak-anak masih pada kecil, jadi memang gda belum punya pengalaman dalam menangani anak diusia remaja. Tapi Alhamdulillah, gda dididik oleh orang tua dengan cara yang demokratis. Orangtua hampir tidak pernah memarahi gda dengan penuh emosi dan melarang ini itu (bahkan untuk pilihan pekerjaan, jalan hidup pun orang tua tidak pernah memaksakan kehendak mereka), semua diserahkan kepada gda. Tentunya tidak diserahkan begitu saja, tapi melalui diskusi-diskusi, pengalaman, dan pembelajaran. Biasanya dalam setiap diskusi, bapak/mamah bilang, "kira-kira menurut ghaida, Allah suka tidak? banyak mudhorotnya ataukah manfaatnya?" itu saja yang menjadi pertimbangan (padahal justru pertanyaan seperti itu berat sekali, karena tanggung jawabnya dunia dan akhirat). Alhamdulillah gda jadi seperti diajak "mikir" dan bertanggung jawab pada setiap apapun yang gda lakukan, dan gda sampai saat ini masih belajar untuk lebih menjaga amanah dan bertanggung jawab dengan setiap keputusan yang diambil.
Terimakasih infonya... sngt mbantu anak saya 1,8 thn
BalasHapuswow.. terima kasih sharingnya.. :)
BalasHapus