Kamis, 12 Februari 2015

self reminder : mengingat kematian

“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang cerdas." (HR Tirmidzi)


Innalillahi wainna ilaihi rojiun, beberapa hari yang lalu ada seorang sodara meninggal dunia di usia yang cukup senja dan meninggal karena penyakit jantung. Baru saja gda ngobrol sama Ustadzah di liqo, kalau ternyata datang ke tempat orang meninggal hukumnya fardhu Kifayah. Ternyata selain kita bersilaturahmi, in sha Allah selalu ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita dapatkan.
Ngobrol-ngobrol dengan keluarganya, tanpa sadar gda juga ikut meneteskan airmata. Pasti rasanya berat banget untuk keluarga terutama istrinya, ditinggalkan oleh orang yang bagi mereka seorang ayah yang penyayang, humoris, rajin bersilaturahmi, dan banyak kebaikan lainnya. Istri beliau cerita kalau betapa hatinya sangat sesak ketika,
“Ma.. Ma.. kadieu atuh (kesini dong), hingga ke 7 kali menelepon“ kata suaminya ketika masih di dalam ruangan rumah sakit. Beliau memang dirawat beberapa hari karena penyakit jantung.
“Sakedap bapa, bade nyeuseuh heula (mau nyuci baju dan bawa salin dulu, karena kan berhari-hari di RS)”, kata istrinya.
Sewaktu istri beliau pergi, sang kakek ditunggui oleh anak dan saudarinya. Walaupun dalam keadaan sakit, beliau selalu humoris, sampai-sampai anaknya bilang,” bapa mah atuh nuju gering teh meuni seuseurian bae, siga nu teu gering” (bapa sakit malah tertawa dan ngebodor terus, seperti yang tidak sedang sakit). Kalau ada yang mengirim kue atau makanan selalu bilang,”sok bagikeun iyeu emameun ka suster atawa nu sanes, da abdi mah teu tiasa nga emam”. Betapa beliau selalu berbagi dalam keadaan apapun, baik itu sehat maupun sakit. Dan selang beberapa waktu kemudian, sang kakek seperti gelisah dan seperti kaget! Ternyata mungkin beliau sedang proses sakaratul maut. Akhirnya saudari sang kakek menghubungi sang istri, mengabarkan bahwa sang kakek sudah hampir tiba waktunya. Sang istri berjalan terseok seok karena memang terkena penyakit yang menyerang kakinya, berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan suaminya yang jaraknya tidaklah dekat, sambil hati begitu sesak, mengetahui suaminya sedang berjuang menghadapi sakaratul maut, ingin menemani tapi mau lari gak bisa. Ya Allah membayangkannya saja hati menjadi sesak! Dan sewaktu beliau datang, ternyata suaminya sedang di pompa! Beliau bercerita betapa menyesal dan sesak hatinya ketika ingat ini, ingin sekali menemani, tapi tidak bisa. Hikmah yang gda dapatkan adalah sebisa mungkin temani orang yang kita cintai ketika sakit dan membutuhkan kita.
Sang kakek adalah orang yang begitu rajin silaturahmi, kata-katanya selalu menghibur orang yang didekatnya, sangat menyayangi anak dan cucunya, selalu bersyukur dan tersenyum padahal ada saat-saat beliau sulit secara ekonomi, sehingga para keluarga dan kerabat begitu merasa kehilangan dan mereka berlomba bercerita betapa baiknya sang kakek. Wajahnya bersiiih sekali ketika meninggal, seperti tersenyum. Semoga Husnul Khatimah, Allah menempatkan kakek di tempat terindah disisi Nya, amal ibadah kakek diterima oleh Allah J

Ini menjadi renungan buat gda pribadi, jadi membayangkan bagaimana ketika gda meninggal nanti. Kesan apa yaaa yang akan diingat oleh keluarga dan kerabat. Apa mereka akan merasa kehilangan? Apa bekal amal cukup? Semoga bisa husnul khotimah. Aamiin.

3 komentar:

  1. aminnn, semoga qta khusnul khotimah teh....aminnnn

    BalasHapus
  2. Semoga almarhum husnul khatimah, aamin.
    Ceritanya jadi bahan renungan yang bagus, saya suka.
    salam

    BalasHapus
  3. Amiin, semoga khusnul khotomah
    Sedih, jadi kangen bapak ibuk yang diluar kota.

    BalasHapus